Saturday, July 14, 2007

Menggugah Nurani Komite Sekolah

Kabar gembira! Anggaran pendidikan dalam APBD naik semua. Beban rakyat menjadi ringan idealnya. DPRD dan Pemda ingin seluruh rakyat sekolah dengan mudah dan murah. Namun realisasi sekolah gratis masih tergantung nurani Komite Sekolah.

Pembangunan pendidikan sangat penting karena perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Pendidikan menjadi landasan kuat yang diperlukan untuk meraih kemajuan bangsa di masa depan, bahkan lebih penting lagi sebagai bekal dalam menghadapi era global yang sarat dengan persaingan antarbangsa yang berlangsung sangat ketat. Dengan demikian, pendidikan menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi karena ia merupakan faktor determinan bagi suatu bangsa untuk bisa memenangi kompetisi global.

Namun tidak semua orang dapat memperoleh pendidikan karena mahalnya biaya yang dikeluarkan. Untuk sampai ke gerbang sekolah, setiap siswa harus mengeluarkan sekian banyak biaya, mulai dari pakaian seragam yang beraneka ragam, buku tulis dan buku teks, ongkos angkot, dan sebagainya.

Ironisnya, setelah sampai di bangku sekolah milik pemerintah, rakyat juga harus ikut menanggung beban biaya operasional, untuk membiayai pengadaan sarana dan prasarana, penambahan penghasilan guru, peningkatan mutu, pembelian bahan dan alat praktik dan lain-lain alasan.

Data Susenas 2003 menunjukkan penyebab anak-anak usia sekolah tidak melanjutkan pendidikan adalah karena tidak ada biaya (67,0%) dan harus bekerja membantu orang tua mencari nafkah bagi keluarga (8,7%). Jadi kesulitan ekonomi (75,7%) menjadi masalah utama, sehingga anak-anak dari keluarga miskin tidak bisa melanjutkan pendidikan.

Kondisi ini sering tidak diakui oleh para Kepala Sekolah, Pengurus Komite Sekolah, dan oknum Pejabat Dinas Pendidikan, sehingga mereka selalu dan terus mendukung berbagai bentuk pungutan uang kepada peserta didik, termasuk yang sedang menjalankan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun (SD-SMP). Alasannya menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pasal 12 ayat (2) secara tegas menyatakan: "Setiap peserta didik berkewajiban: b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku."

Para Kepala Sekolah dapat melempar tanggung jawab pungutan uang tersebut kepada orang tua siswa. Menurut mereka semua keputusan Komite Sekolah sudah dimusyawarahkan oleh orang tua siswa, dan tidak ada yang menyangkal pada saat itu. Kalaupun ada sanggahan Ketua Komite Sekolah sangat sigap menangkisnya dengan alasan sesuai undang-undang, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua. Sehingga apapun yang diprogramkan oleh Kepala Sekolah tidak pernah ditolak. Tragedi ini sudah berlangsung lama, mungkin sejak zaman Sriwijaya!

Orang tua siswa (yang miskin) sering hanya tertunduk pilu setelah menghadiri rapat Komite Sekolah. Walaupun berat mereka tidak berani menyampaikannya di forum rapat. Maklumlah, sebagai orang Indonesia kita ’wajib’ menghormati guru. Berani menyangkal atau mengkritik, apalagi melawan rencana guru (terutama yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah), anak kita bakal tidak tenang di dalam kelas. Maklumlah, sebagai orang Indonesia kita dikenal juga sangat pendendam.

Alasan lainnya anak usia sekolah tidak melanjutkan pendidikan adalah tidak diterima/dikeluarkan dari sekolah (0,4%), cacat (1,2%), sekolah jauh (2,3%), menikah/mengurus rumah tangga (2,6%), merasa pendidikannya sudah cukup (3,8%), tidak suka/malu (4,7%), dan lain-lain (9,3%).

Buruknya kondisi pendidikan masyarakat kita sekarang ini menjadi penyebab utama Indeks Pembangunan Manusia Indonesia berada pada urutan 108 dari 177 negara yang terdaftar dalam Human Development Report 2006. Posisi kita berada di bawah Berunei Darussalam (34), Finlandia sang produsen telepon seluler yang banyak dipakai orang Indonesia (11), dan lebih tertinggal lagi dari Jepang yang pernah hancur pada Perang Dunia Kedua (7). Masih beruntung berada di atas peringkat ’si anak hilang’ Timor Leste (142).

Karena itu, Pemerintah dan DPR/DPRD telah bertekad untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan Pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum. Salah satu caranya dengan menunaikan amanat pasal 11 ayat (2) UUSPN: “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun”.

Secara bertahap Pemerintah dan Pemerintah Daerah berusaha meningkatkan alokasi anggaran pendidikan dalam APBN dan APBD sampai benar-benar cukup (bukan sekadar 20%!) paling lambat tahun 2009.

Pemerintah dan DPRD Kabupaten Bangka melakukan ‘loncat galah’ dalam mengalokasikan anggaran pendidikan pada APBD Tahun Anggaran 2007. Belanja Langsung Dinas Pendidikan pada APBD 2007 meningkat tajam dari sekitar 5% pada tahun 2006 menjadi sekitar 13% dari total APBD. Kalau ditambah dengan Belanja Tidak Langsung (gaji guru dan tenaga kependidikan lainnya) yang sebesar sekitar 19%, berarti Kabupaten Bangka telah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar sekitar 32%. Fantastis!

Biaya Operasional Sekolah yang selama ini berasal dari APBD dan APBN dalam bentuk BOS akan ditambah sekitar Rp 4.500,00/siswa SD/bulan dan Rp 25.000,00/siswa SMP/bulan. Besaran subsidi ini dihitung dengan memperhatikan rata-rata besaran pungutan Komite Sekolah. Bagi sekolah di perdesaan mungkin sudah cukup bermakna, sedangkan sekolah di perkotaan yang Kepala Sekolahnya terlalu kreatif dan inovatif anggaran ini pastilah dinilai kurang.

Idealnya, dengan besarnya dana pendidikan yang dialokasikan dalam APBN dan APBD, beban yang harus ditanggung rakyat makin berkurang atau bahkan ditiadakan. Dalam pembahasan APBD Kabupaten Bangka memang bergayut harapan agar mulai tahun 2007 para siswa SD dan SMP Negeri di Kabupaten Bangka tidak resah lagi dengan berbagai pungutan oleh Komite Sekolah, dan ‘himbauan’ membeli buku pelajaran atau LKS atau nama lainnya, serta kewajiban berenang di kolam renang rekreasi yang lebih menguntungkan pengusaha pariwisata. Namun sempat juga tergores kecemasan anggota DPRD, jangan-jangan ‘anggaran pendidikan meningkat, pungutan tetap berlanjut’!

Oleh karena itu nurani Pengurus Komite Sekolah perlu digugah. Yakinkan dia tuhan, survey membuktikan, banyak rakyat tak sekolah karena hidup susah. Sadarkan dia tuhan, DPRD dan Pemerintah Daerah sangat berharap seluruh anak negeri rajin sekolah. Pengurus Komite Sekolah yang mungkin dari kalangan pejabat dan konglomerat, pahamilah penderitaan rakyat.
Kebijakan ‘sekolah gratis’ dari Pemerintah Daerah tidak akan menghalangi fungsi Komite Sekolah: menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. Tempuhlah cara bijak dan persuasif agar para pejabat dan konglomeratlah yang memberikan sumbangan, bukan hanya mengeksploitasi orang tua siswa.

Kalau ingin mengekspresikan diri sebagai Pengurus Komite Sekolah yang hebat, maju, dan profesional, masih banyak fungsi Komite Sekolah yang dapat dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 44/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, yaitu:
1. mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
2. melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
3. menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat;
4. memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:
a. kebijakan dan program pendidikan;
b. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS);
c. kriteria kinerja satuan pendidikan;
d. kriteria tenaga kependidikan;
e. kriteria fasilitas pendidikan;
f. hal lain yang terkait dengan pendidikan.
5. mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan;
6. melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Akhirnya kita berharap Komite Sekolah dapat berfungsi tidak sekadar sebagai BP3 alias Badan Penyelenggara Pembubuhan Paraf pada program dan laporan keuangan yang dibuat Kepala Sekolah. Semoga!

Sungailiat, 22 Desember 2006
Surtam A Amin
Pemerhati Pendidikan dan Kebudayaan Bangka Belitung
Jl.Sinar Baru No. 24 Sungailiat Bangka
HP 081367660525
e-mail: surtam@bangka.go.id
blog: surtam-amin.blogspot.com

No comments: